Saturday, April 10, 2010

Tentang Dia

Ceritaku masih tentang dia. Masih selalu dia. Dan akan terus tentang dia. Karena hati ini, hati yang sudah porak-poranda ini, walaupun telah menjadi puing, kesemua puingnya adalah miliknya.

Selama benda itu masih melingkar manis di leherku, aku tak ingin melupakannya. Walau ia keji. Walau ia bodoh setengah mati. Tapi ia bilang ia rindu setengah mati.

Dia yang menerimaku apa adanya. Dia yang membuatku sanggup tersenyum walau telah menelan sejumlah kepahitan. Menjadi diri sendiri di depannya. Tanpa topeng. Tanpa poker face. Senyumku terpahat asli untuknya.

Melihat matahari yang bersinar terang, melihat pelangi yang melengkung sempurna, melihat bintang yang cantik, melihat bulan yang memesona, kedinginan membeku, kepanasan terpanggang, bersamanya, bersamanya. Selamanya.

Jika masih ada harapan untukku untuk bersamanya. Mencintainya. Menyayanginya. Memilikinya. Mengecup keningnya. Memeluk hangat tubuh mataharinya. Aku akan menggantungkan hatiku pada harapan itu. Walau serapuh permukaan danau yang membeku di awal musim dingin. Karena Kau tahu, Tuhan ? Aku mencintainya...