Friday, November 26, 2010

Curhatan Gak Penting...

Heeyyy...wat r u doin now, Restu Diantina Putri?

Lagi ngapain sih lo ? Ngeboongin diri sendiri ?

Come on! Jujurlah sama dia!!! Ngomong!!

Lo punya mulut, girl !!

Lo ga capek apa terus-terusan jadi orang munafik gini?? Yang ada lo tuh cuma nyakitin diri lo sendiri dan orang lain which is love you so much !!!

Aaarrrggghhhh...manusia bego lo !! Bego banget !!!



PS: Sumpah...ga asik banget ni post !! :'(

Thursday, November 18, 2010

Ruang Palsu

Terjebak dalam sebuah ruang palsu. Penyelamatnya hanya sang waktu. Jadi, maukah kau bersahabat denganku, wahai Tuan Waktu?


Aku sedang berada pada sebuah ruang. Dari luar, ia terlihat begitu apik. Aku pun tergoda untuk memasukinya. Tanpa tahu apapun mengenai apa yang ada di dalamnya. Yang kudengar, orang-orang yang berada di dalam ruang itu adalah orang-orang hebat. Terlebih lagi ada pemilik raga yang amat kucintai di sana. Kupikir walau tak mengenal orang-orang itu, toh aku bisa mengenalinya nanti jika aku sudah berada di dalam.

Aku masuk tanpa payah. Mulai menjalani dan mencoba menikmati tiap irama ruang itu. Terantuk-antuk kuikuti langkah mereka. Kucoba bias dengan mereka. Namun seiring kala, nada-nadanya mulai terdengar sumbang olehku. Sajak-sajaknya mulai tak kumengerti. Aku tak bisa mengikuti harmoninya. Aku merasa asing.

Aku memutuskan bertahan. “Masalah adaptasi,” kucoba menghibur diri. Namun setelah agak lama, aku akhirnya mengerti. Aku ini setetes minyak di tengah sekulah air. Sekeras apapun ku mencoba melebur, dengan umbar tawa palsu sana-sini, berharap akan menjadi air pada akhirnya, aku tetap minyak di sana. Menggenang sendiri, mencolok tapi tak dipedulikan, bahkan mengganggu.

Pada satu titik, aku benar-benar merasa tak ada alasan lagi untuk bertahan. Ketika mereka berforum dan aku mau tak mau ikut demi alasan profesonalisme, aku sampai dalam suatu visualisasi imajiku. Ruangan itu penuh warna, begitu pun mereka. Dan aku hanya hitam putih. Duduk diam gelisahtersenyum sesekali mengisyaratkan ‘hey, aku mau diterima’menelan bulat-bulat segala penolakan itu.

Tepat sebelum aku membuka pintu ruang itu dengan segala kemantapan, seorang gadis yang baru masuk dan masih ‘hijau’ dengan ruang itu, menggamit lenganku, praktis derapku terhenti. “Kak, mohon bimbingannya ya selama aku di sini.” Aku tertegun. Sekejap dua kejap. Anak bau kencur itu, tak tahu apa aku sudah bersiap melarikan diri dari ruang bangsat ini?

Kulepas senyum asli perdanaku sejak terperangkap sekian miliar detik di tempat engap itu. Kuacak rambutnya lembut. “ Ya, pasti,” kataku sambil membuka pintu sacral yang akan membawaku kembali pada tawa dan senyumku yang murni.