Monday, August 20, 2012

Mendiam

Aku ingin diam
Ingin mendiam saja

Agar bisa mendengar lebih banyak
Agar bisa tahu begitu jamak

Maka, mengheninglah bersamaku
Mendengar dunia
Bahkan jika mereka membisik-bisik
Kita tetap mendengarnya

Orkestra ombak
Ilalang melagu
Serenade angin
Pasir mendesah
Senandung para lebah

Sungguh benar aku ingin mendiam

Duhai saudaraku, ikatlah lidahmu supaya geliatnya tak menyakiti
supaya tariannya tak membuat malu
Atau lunaknya tak membuat nyeri hati

Tuesday, August 14, 2012

Ironi Pertama


Gw udah pernah cerita sebelumnya. Suatu hari di dunia tubbie, eh salah, suatu hari gw ke terminal sambil nenteng-nenteng kamera Nikon D3000 hasil minjem dari temen gw. Hari itu niatnya gw mau ngerjain tugas mata kuliah fotografi jurnalistik. Gw dapet tugas buat nyari foto ekonomi. Well…gw milih hunting di terminal aja karna kan pasti banyak tuh orang jualan. Itu kamera emang agak mencolok sih di terminal. Secara ada pelindung lensanya jadi keliatan gede banget. Walhasil, mau ga mau gw jadi pusat perhatian.

Nah pas lagi asik-asik moto tukang jepitan, jepret sana jepret mari, tetiba ada yang ngedorong gw sampe jidat gw kepentok sendiri sama kamera yang lagi gw pake. TOK ! Mayan itu kejedug kamera. Untung kameranya gapapa. Gw kira yang ngedorong itu temen gw yang lagi ikut hunting juga. Sambil mikir ngapain juga tu anak dorong-dorong gw sih. Kurang kerjaan bet. Pas nengok ke belakang, ga taunya temen gw juga lagi bengong kebingungan. Ga taunya bukan dia yang dorong gw sodara-sodara. Melainkan orang aneh tak dikenal yang terlihat melengos pergi begitu aja sambil misuh-misuh. Pas gw inget-inget lagi pas dia ngedorong gw, gw ngedenger dia mengucapkan sesuatu seperti “orang-orang yang kaya gini ni yang belagu.” Hah..krik banget ! Apa pulak maksutnya ???

Kemudian, tukang jepitan yang lagi jadi model gw yang juga melihat kejadian barusan berusaha membesarkan hati gw. “Udah teh, biarin aja. Di sini emang gitu. Orang gila dasar.”Akhirnya gw milih untuk ga ngegubris kejadian tadi dan nerusin jepret-jepret sana sini. Meski begitu, kejadian tadi bikin gw jadi mikir. Orang aneh tadi, kalau bisa gw sebut sebagai representasi kaum marjinal, bisa sampe melakukan hal itu lantaran saking bencinya sama orang kaya. (Mungkin dia nganggep gw orang kaya gegara bawa-bawa kamera gitu,padahal sebenernya engga juga). Benci karena merasa ia diperlakukan ga adil, merasa dikhianati oleh takdir, dipunggungi nasib. Huumm…

Selang satu atau dua hari kemudian, gw jalan sama temen-temen deket gw pake mobilnya salah satu dari mereka. Rencananya kita mau pada dateng ke acara reunian SMP. Berhubung kita jarang banget ngumpul lengkap gitu, kita jadi punya gagasan untuk jalan lagi kelar reunian.

“Jadi nih, kita jalan entar? Mau kemana?” Kata salah satu temen gw di tengah perjalanan.

“Ke terminal aja. Ke tempat gw.”

“Hah? Ngapain?”

“ Maen aja. Liat rumah baca gw. Asik lo.”

“Lha terus mobil gw taro mana?” Kata temen gw yang punya boil.

“Ya parkir aja di terminal. Aman kok.”

“Aduh..engga deh Ndo, serem gw.”

“Gapapa. Temen gw juga sering bawa mobil ke sana. Ada yang jagain.”

“Tetep aja. Takut gw.”

Gw diem.

Entah ya, kok gw rasanya baru aja ngeliat sebuah ironi di sini. Kemaren baru aja ada orang yang bilang gw belagu karena bawa-bawa kamera. Sekarang temen gw yang ogah ke terminal gara-gara takut mobilnya kenapa-kenapa.

Gw ga bermaksud menyinggung suatu pihak mana pun. Tapi gw rasa, dengan melihat dua kejadian tadi gw jadi punya jawaban sementara mengapa negeri ini masih saja seperti ini. Yang kaya mah tambah kaya, yang miskin tetep aja miskin, malah makin susah. Gimana engga? Yang miskin, bencinya bukan main sama yang kaya. Dan yang kaya, malah menaruh curiga sama yang miskin.

Bukan, bukan gw nyalahin temen gw. Dia begitu juga bukan tanpa alasan. Dia hanya menjaga harta bendanya. Itu kewajiban dia. Bukan pula gw benci sama orang aneh tadi. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, sampai kapan mau seperti ini? Sampe kapan terus-terusan menaruh curiga kepada yang lain? Sampe kapan mau iri-irian?

Udah saatnya kita peduli, teman. Bukan gw merasa udah jadi orang bener. Gw cuma mau mengajak kalian untuk mulai peduli. Hidup ini terlalu singkat untuk menikmati kebahagiaan sendirian. Berbagilah…

Moga ga ada yang tersinggung ya, dengan tulisan ini. Gw cuma mau berbagi kok. SALAM JALANAN… :)

Rumah Penuh Cinta

Tahukah kamu tempat terindah?
Tahukah kamu…rumah penuh cinta?


Ada satu tempat di mana kamu bisa bermimpi sebebas-bebasnya. Di mana para pemimpi akan merasa semakin dekat dengan mimpinya. Di mana harapan akan selalu ada meski dalam keterbatasan. Dengan cinta yang menyatukan perbedaan. Dan tempat itu berhasil membuat aku jatuh cinta.

Di tengah panas terik mentari
Di tengah riuh rendah bising terminal


Bukan di padang penuh bunga cantik bermekaran. Bukan di pinggir pulau dengan pantai cantik menawan. Bukan pula di kompleks perumahan para jutawan.

Tempat itu mewangi pesing, bermuka debu, berselimut daki jalanan, bermandi peluh matahari. Bising oleh klakson bus, dan angkot, teriakan supir mencari penumpang, jajaan para pedagang asongan, dan juga….tawa. Tawa para malaikat kecil yang sayapnya terpaksa tergerus oleh kerasnya jalanan.

Di sini kami belajar, mencari arti cinta sebenarnya
Di sini kami mengejar, temukan jalan tuk meraih mimpi


Tujuh bulan sejak aku mengenal tempat itu. Ada yang bilang baru tujuh bulan, ada yang bilang sudah tujuh bulan. Sungguh waktu adalah sesuatu yang begitu relatif. Namun untuk sebuah pembelajaran, waktu tujuh bulan itu mengajariku banyak hal.

Tempat yang membuat doaku berubah, untuk tak lagi hanya meminta tapi juga mulai bersyukur. Tempat yang membuatku malu memohon untuk diriku sendiri, bahkan kepada Tuhan. Karena aku menyadari betapa selama ini Tuhan sudah memberi lebih dari cukup. Bukan aku kufur, namun nyatanya aku jauh lebih beruntung dibanding para malaikat kecil itu.

Para malaikat yang lebih sering berlari ketimbang terbang lantaran sayap mereka yang tak sempurna. Helainya lepas satu-satu, digugurkan oleh hantu bernama realitas. Untuk itulah aku, dan juga teman-temanku sesama pemimpi, datang. Membantu mereka untuk memunguti lagi helai demi helai mimpi mereka. Agar nanti akan ada sebuah keniscayaan bahwa kami akan melesat ke langit bersama, dengan sayap mereka yang sudah sempurna.

Rumah baca kami…
Tempat melabuhkan semua mimpi dan angan-anganku


Akhirnya aku menemukan muara untuk mimpiku. Mimpi yang membuat orang terkekeh ketika mendengarnya. Mimpi yang membuat orang mengiyakan untuk menyenangkan hatiku saja. Mimpi yang tidak dipercaya oleh orang-orang. Dan kini mimpi itu kian detik kian dekat. Bahkan semakin membesar.

Rumah baca kami…
Tempat memadukan semua harapan dan semangatku


Iya, mimpi itu tempat di mana segalanya menjadi madu. Manis.
Memang, tak serta merta membuat pesing itu menjadi harum atau got bau itu menjadi kolam susu. Tapi penuh harap meski papa.

Dan tentunya akan terasa lebih manis seandainya teman-teman terbaikku juga ikut dalam mimpi ini. Seandainya. Aahh…mudah-mudahan itu karena mereka memiliki cara sendiri untuk perjuangan mereka. Seperti seandainya aku tahu perasaan kedua orangtuaku mengenai mimpiku ini. Seandainya..seandainya…

Rumah baca kami…

Iya. Tempat itu rumah baca. Rumah Baca Panter. Rumah Baca KAMI. Tempat yang menyatukan aku, kamu, dia, mereka, kalian, menjadi…kita.

Kekuatan cinta menyatukan kita.

Bersama, kita buat mimpi ini menjadi nyata. Kita buka lebar-lebar mata mereka yang terpicing, silau oleh kedudukan. Kita buat malu mereka yang bersafari, yang seharusnya peduli.

Ini simfoni mimpi kita, kawan. Bermimpilah…bermimpilah. Sebelum hatimu tuli dan kau tak bisa bermimpi lagi.

*This is for you all, guys! Manusia-manusia pemimpi di Rumah Baca Panter. Gw sayang kalian. Pake banget. Super duper big hug and smooch. Mmuuaahh… *kecup satu-satu

*Kata-kata yang dicetak miring merupakan lirik Ruba Panter Anthem ciptaan Andi Sera Malewa