Friday, January 21, 2011

Tuan Topi Merah dan Sepedanya

Kebetulan selagi gw berkutat dengan atmosfir UAS yang menggila desember taun lalu yang bikin gila otak, gila ati, en gila kantong of kors, gw dapet tugas feature suru bikin feature *mubajir ni kata2* tentang sepeda. Berhubung gw udah ga punya waktu lagi buat liputan, jadi gw memutuskan nulis ini aja buat gw kasiin ke dosennya. *sori banget buat bang gilang! ihiks*
But, i tried to do my best dengan bahan yang amat secuil mentil ini. Aiiihh...nih gw posting sini aja dah, ya.

Kejadiannya sudah lama. Hampir setahun yang lalu. Aku pun telah lama pula hanya menyimpan kisahnya dalam kartu memori otakku yang ukurannya bukan lagi kilobyte, megabyte atau gigabyte, melainkan mencapai byte tak hingga yang belum dapat ditembus kalkulasi manusia. “Setan” berlabel malas itulah yang menjadi penyebabnya. Tapi sekarang, momen yang tak lebih dari 20 menit itu akan kuungkap untukmu, Kawan.

Pagi itu, sekitar pukul 10 pagi, bukan pagi yang istimewa sebenarnya. Pagi yang masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Hanya mega yang mungkin tak terlalu antusias kala itu. Langit abu-abunya bergayut enggan di atas kepalaku. Semuanya masih seperti biasanya. Pemandangan kesibukan Margonda di pagi hari, ruko-ruko yang masih sama, angkot-angkot yang lalu lalang.

Aku sudah di dalam angkot 19 jurusan Depok-Kampung Rambutan menuju kampusku saat melihatnya pertama kali di depan Depok Town Square. Ia tepat di samping kanan angkot yang kutumpangi. Mengayuh sepedanya. Seorang laki-laki dengan perawakan sedang. Umurnya kutaksir kurang dari 40 tahun. Sebuah topi merah bertengger mantap mencaplok kepalanya.

Awalnya kupikir tak ada yang istimewa pada dirinya, sama saja dengan pengguna jalan lain. Namun, kulihat ada yang berbeda dari caranya mengayuh sepeda. Bagian kakinya yang sedang mengayuh tak terlihat olehku karena posisinya yang berada di kanan angkot. Aku jadi tak tahu apa yang membuatnya bergerak aneh saat mengayuh. Tak lama ia kemudian mempercepat kayuhannya menyalip angkot yang kutumpangi sehingga kini seluruh badan serta sepedanya terlihat jelas olehku. Praktis aku langsung mendapat jawaban dari pertanyaanku barusan. Aku tahu yang membuatnya berbeda.

Ia bersepeda dengan satu kaki, Kawan! Tepatnya, dengan kaki kirinya. Bahkan tangan kanannya yang memegang stang pula memegang sebuah krek-alat bantu berjalan. Entah bagaimana caranya ia melakukan itu. Entah pula dengan namanya. Aku yang tak sempat mencari tahu hanya bisa menyebutnya sebagai Tuan Topi Merah.

Tuan Topi Merah sempat menghilang dari pandanganku. Mungkin sudah jauh tertinggal mengingat caranya bersepeda. Aku mendakwa. Namun, saat melintas di depan Kober, alih-alih di belakangku, justru ia sedang melenggang manis di depan angkot tumpanganku. Kedua alisku bertaut membentuk kerut, “bagaimana bisa?”

Kubiarkan pertanyaanku menggantung sambil berusaha menikmati sang angkot membawaku jauh meninggalkannya lagi di belakang. Tahu-tahu aku sudah di halte UI-Universitas Indonesia begitu pula dengan Sang Topi Merah. Selain alis, kini pikiranku juga ikut berkerut, “bagaimana bisa ia secepat itu?”

Hal itu terus-menerus terjadi sampai akhirnya ia membelok di pertigaan Lenteng. Hilang selamanya dari visiku. Aku jadi teringat dengan sebuah dongeng nusantara terkenal yang menceritakan perlombaan lari Si Kancil melawan Si Siput. Adu cepatku dengan Tuan Topi Merah mungkin persis seperti itu. Aku menjadi Si Kancil yang pongah, dan Tuan Topi Merah seperti Si Siput yang diremehkan.

Entah bagaimana dengan kalian, yang jelas aku yang heran berubah kagum pada Tuan Topi Merah. Di saat penyandang satu kaki yang lain seakan pasrah dengan keadaanya, Tuan Topi Merah tak mau bersikap manja. Ia masih mengayuh sepedanya dengan satu kakinya yang tersisa. Tak seperti aku yang masih memiliki sepasang kaki lengkap yang terkadang masih merengek, merajuk, minta diantarkan ke suatu tempat.

Sayang, aku tak sempat bisa berbincang dengannya. Dengan bodoh, aku hanya melongo, mangap sambil bertanya-tanya di dalam angkot merah tanpa punya kuasa turun dari angkot dan menghentikannya. Aku hanya berharap dapat bertemu lagi nanti dengan Tuan Topi Merah dan sepedanya.

It's New Year (walopun ude liwat beberapa minggu)

Hohohhoho....ga kerasa udah ganti taun lagi aja. Perasaan baru kemaren gw madesu jagain rumah tetangga sendirian sambil nonton tipi yang muterin pilem2 taun baruan.

Jadi, demi menyambut 2011 ini gw buka dengan-seperti biasa-bikin resolusi lagi. Gw juga bingung ngapain juga tiap taun bikin resolusi tapi kaga pernah jadi solusi buat semua masalah-masalah gw. Ahahahahaha...tapi ya sutralah. Here we go...

RESOLUSI MONDO TAHUN 2011
1. Magang => sepertinya ini satu2nya pemecahan dari ke-kere-an gw
2. Dapet beasiswa lagi => gw bertekad gw bisa biayain kuliah sendiri
3. Lolos tes beasiswa ke jepang => udah 2 kali nyoba tapi lolos tes dokumen pun engga
4. Ngajar anak-anak jalanan dimana2 => makanya gw lagi nyari orang ni buat jadi partner. Ada yang mau ?
5. Selesein proyek rumah singgah sama mira
6. Punya sepeda => dalam rangka pengiritan, gw jadi punya gagasan buat bike to campus. (gede gede dah betis guah)
7. Punya kamera
8. Tulisan gw banyak dimuat => ini sebagai langkah untuk pembuktian eksistensi gw di dunia kepenulisan. Maaannn...
9. Punya gebetan baru => nnggg...no comment
10. Kembali sering2 beli buku => beberapa taun ini gw kerjanya minjeeeeeeeem mulu...jadi ga enak pan gw tar disangka orang pinter lagi.
11. Backpacking out of jabodetabek => bukti kalo gw udah penat banget sama jakarta !!!!
12. Lebih dewasa
13. Berenti nunda-nunda kerjaan ! *forget da tagline: Da power of deadline”
14. Nabung !
15. Khatamin Al-Qur’an
16. Punya baju en jilbab yang banyak
17. Manjangin rambut => sepertinya gw dikutuk ga pernah bisa punya rambut panjang
18. Belajar bahasa prancis/jerman/anything
19. More focus on target
20. Selesein daftar buku yang mesti dibaca
21. Selesein daftar film yang mesti ditonton
22. Hilangkan rasa bersalah lo itu. Just focus on your dreams !!!