Wednesday, October 26, 2011

Ngemsi lagiiiihhh..

Eniwe, gw mau cerita kalo sabtu (15/10) itu gw ngemsi lagi di smada. Bukan lagi sama ka wili tapi sama pasangan abadi gw, si hamzah blukutuk ituh. Well..seneng2 aja sih. Selaen gw emang kangen sama mahluk itu, di sisi lain, ngemsi di smada seolah gw masuk ke dunia ingo versi gw sendiri.

Gw udah jenuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhh banget sama kehidupan kampus. Kampus, kosan, rumah. Itu-itu doang. Gw boseeeennn. Seolah dunia gw Cuma di situ doang. Gw bukan tipe orang yang kuat di suatu tempat terpencil lama-lama. Yah, terpencil karna lingkungannya Cuma di situ-situ doang.

Well..well...eniwe pas di smada kemaren otak gw seolah ke-refresh dikit lah. Ajeb-ajeb di panggung pas lagi ada DJ. Aseek dah pokonya. Semoga nanti ada tawaran ngemsi lagi. Amin..amin...Ya Alloh.

Kenapa gw demen ngemsi ?? Pasalnya, klao lagi ngemsi itu gw bakal bisa ngobrol-ngobrol sama pengisi acaranya yang rata-rata punya pergaulan yang luas. Gw jadi bisa ngebangun link dari situ. Ngerasa dunia gw ga sempit. Ngerasa masi ada dunia lain di luar sana. Pendeknya, gw merasa gaul. Ajieeehhhhh.....

Pluuuuuusss...gueststar-nya yang kemaren Gugun Blues Shelter, drummernya kereennnnnn abiiiiisss. Bukan orangnya, tapi maen drum-nya kereeeeeeeeen buanggggetttt. Gw ama hamjah aja ampe Cuma bisa nganga2 doang ngeliatnya. Asli keren parah. Itu baru namanya drummer. Klo drummer additional-nya the virgin tu mah overacting. Tapi yang iniiiihhhhh asli keren. Namanya bowie. Orangnya juga manis. Aaahhhh udah punya pacar blom yaaah. Sempet ngobrol bentar sih. Huaaaww huaaaww....

My Own Ingo

Kami menutup mata. Aku lelah sekali setelah arus tadi membuatku jungkir balik. Air membelai-belai telingaku. Faro benar, sinar matahari terasa sangat nyaman. Semua kekhawatiranku lenyap. Aku merentangkan tangan dan kakiku, menyambut kehangatan yang menenangkan, membiarkan air mengayun-ayunku dengan lembut. Aku pasti menemukan Dad. Tapi aku sekarang berada jauh di Ingo…jauh sekali, dalam taman penuh rumput laut dan anemone. Ingo-Helen Dunnmore p.186

Itu Sapphire. Ia menemukan Ingo. Ingo-nya adalah laut. Dan gw…gw juga punya Ingo. Ingo gw adalah mereka. Mereka yang berasal dari masa lalu gw.

Dua pekan lalu, gw ngemsi di SMA gw dulu. Ga ada yang spesial selain gw bertemu lagi dengan pasangan emas gw yang sudah berabad-abad tak bertemu. Sampai gw menyadari, it was just like Ingo.

Gw sudah mulai jenuh dengan rutinitas yang tengah gw jalani sekarang. Kampus, kosan, rumah. Itu-itu saja seolah dunia gw memang hanya di situ. Dan bertemu dengannya kemarin, bercanda dengan mereka otak gw seolah direfresh berjuta kali. I feel I was in different world!

Itu…itu yang gw butuhkan sekarang. Dunia yang tak terjamah oleh mereka yang berada di dunia gw yang sekarang. See…orang-orang yang berbeda di setiap dunia yang gw datangi. Sehingga gw bisa bebas menentukan mau menjadi seperti apa gw di sana. Beda dunia, beda kepribadian. Ooowww…it sounds alive!

Sebisa mungkin aku akan menjauhkan mereka yang berada di duniaku yang sekarang agar tidak masuk ke dalam Ingo, begitu juga sebaliknya. Aku akan selalu menjaganya tetap dalam lingkaran-lingkaran terpisah. Aku tak akan membiarkan duniaku seperti diagram venn. Karena jika itu terjadi, dunia-duniaku itu lambat laun akan melebur menjadi satu. Tak ada lagi tempat pelarian, tak ada lagi tempat persembunyian.

Dan tak ada lagi Ingo.


Ini Ingo-nya Sapphire...




Dan ini Ingo-ku...







Monday, October 24, 2011

Ritual

Ia kini berdiri di pinggir jurang yang menatap ke samudra lepas. Di bawahnya sang laut menampar-nampar karang dengan ganas, siap menjemput ajal siapa saja yang berani datang padanya. Satu langkah lagi, satu langkah lagi yang bagi orang biasa bisa lunas nyawanya jika dilakukan. Namun ia tetap bergeming di situ. Bibirnya tertarik ke belakang membentuk lengkungan sempurna. Manis sekaligus misterius.

Sedang aku hanya bisa melihatnya. Tak berbuat apa-apa. Bukan tak mau, tapi tak bisa. Aku masih menatapnya. Kini ia terlihat gelisah. Ujung kaki kanannya diadu ke tanah berulang-ulang kali. Entah, mungkin ia mulai ragu akan keputusannya. Sesekali ia menyingkap rambutnya yang dipermainkan oleh angin laut. Ia usap lengannya demi mendapat kehangatan dari gaya gesek yang ia ciptakan di atas kulitnya. Aku sendiri sudah menggigil dari tadi. Namun aku tak ingin melewatkan ini dan pulang ke rumah, lalu beraduan dengan selimut hangat, lantas terlelap. Tidak, aku ingin menjadi saksi ritual ini. Ritual yang tak menentu kapan terjadinya.

Ia mundur tiga depa. Telapak tangannya mengepal kuat-kuat. Oohh…tidak jadikah? Ia mundur lagi beberapa depa, dekat sekali denganku, sampai-sampai aku bisa mendengar napasnya yang teratur. Lalu tanpa peringatan ia berlari lagi ke depan. Begitu kencangnya sampai aku baru menyadari ketika ia sudah tak lagi di depanku. Ia menuju jurang. Dan pemandangan berikutnya sungguh menakjubkan.

Ketika kakinya tak lagi menjejak tanah, ia lantas merentangkan kedua tangannya seperti sayap. Lalu dengan satu gerakan tangkas lagi anggun, ia menukik. Tinggi karang yang menjulang dimanfaatkannya untuk sedikit bermanuver sebelum ia benar-benar menyentuh laut. Berputar-putar layaknya ballerina di ruang kaca dan tertawa-tawa persis seperti Peter Pan saat menggoda Kapten Hook yang tak bisa terbang. Ia terjun seterjun-terjunnya. Kemudian….BLAAASSS !!! Ia akhirnya menghempas ombak.

“Kau gila!” Seseorang memergokku tengah menonton adegan anggun nan mengerikan tadi. Tangannya menyergap lenganku. “Apa yang kau lakukan? Seharusnya kau mencegahnya. Bukannya hanya menonton saja. Ia akan mati!”

Ah..Kawan, kau tidak mengerti. Aku tersenyum selembut mungkin menatapnya sembari menanggalkan tangannya yang masih mengunci lenganku. “Biarkan saja,” kataku tenang. “Nanti juga ia akan kembali.”

Aku melongok ke jurang. Ia tak muncul lagi. Aku tahu ia sedang asyik menyelam di bawah sana. Memunguti serpih demi serpih pengalaman yang akan diberikan padaku nantinya. Saat kembali lagi, aku tahu ia akan lebih anggun dari sebelumnya.

Aku melangkah menjauhi jurang sampai orang itu tak tahan untuk tidak bertanya. “Siapa…dia sebenarnya?”

Aku berbalik. “Jenuh. Namanya…Jenuh.”

Saturday, October 22, 2011

Puisi Kecil untuk Paman

Kau pernah menonton Milk yang dibintangi Sean Penn dan James Franco? Atau Shelter mungkin? Oh terserah, yang jelas mimpi buruk itu berawal dari kedua film tadi.

Namanya Bio. Ia adik kelasku di masa putih abu-abu. Aku memanggilnya Paman karena kakaknya yang juga kakak kelasku, kupanggil Ayah. Bagiku Bio adalah segalanya. Ia paman, adik, sekligus sahabat yang dengan sifat introvertnya pasrah saja mendengar segala ceritaku. Kedudukannya bahkan lebih tinggi dari seorang kekasih.

Dan film tadi, kudapat darinya. Terjijik-jijik aku menonton adegan sesama pria yang sedang melakukan hubungan intim. Tapi yang ia bilang justru, "romantis ya, Vi?"

"Apa maksudmu?"

"Menurutmu?"

Aku menggeleng. Tak berani mengambil sebuah kesimpulan apa pun. "It's obviuos, Livia. Tidakkah kau menyadarinya selama ini? I'm the one of them."

Seketika itu juga, duniaku terhenti.Ya Tuhan, Beruang Kecilku, Pamanku yang baik hati, adikku yang manis. Ia penyuka sesama jenis.
Beberapa kubik air mulai berebut keluar dari pelupuk mataku.

"Maaf Livia, kalau semua ini membuatmu kecewa. Seharusnya Bio tidak memberitahu yang sebenarnya kan, agar hubungan kita baik-baik saja. Tapi Bio tak kuat lagi memendam ini semua. Siapa sih, yang mau kehidupan seperti ini? Kalau boleh memilih, Bio juga ingin jatuh cinta pada seorang perempuan. Tapi Tuhan berkehendak lain. Ini kenyataannya, Livi. Bio berbeda."

Tiga tahun. Ya, tiga tahun lebih ia menyembunyikan itu semua dariku. Tak bisa kubayangkan ia menderita sendirian dengan segala penolakan yang tak hanya dari norma-norma yang ada tapi juga dari dirinya sendiri. Gagal, itu yang kurasakan sebagai orang terdekatnya.

Aku memang sempat curiga ketika ia mulai dekat dengan seorang temanku yang juga gay. Namun waktu itu, kututup mata, telinga dan seluruh hatiku karena tak mau ketakutanku bahwa Bio memang tidak hetero berubah menjadi kenyataan.

Yang aku tak mengerti. Kalau memang ini takdir, mengapa Tuhan menciptakan sesuatu yang jelas-jelas Ia laknat? Dan mengapa Bio? Mengapa Bioku? Demi Tuhan...ia hanya seorang anak kecil! Ini semua tak hanya menguji keimanannya, tapi juga imanku.

"Kau...baik-baik saja, Paman?"

Ia tersenyum. "Kau seolah-olah bertanya untuk dirimu sendiri. Aku baik-baik saja, Livia."

"Apa yang bisa kulakukan untukmu?"

Ia usap lembut kepalaku. "Kehadiranmu. Itu saja sudah lebih dari cukup, Livia. Kau segalanya bagiku."

Tak hanya dia, perasaanku sendiri juga merajam. Aku memang masih memandangnya dari koridor agama yang jelas-jelas sudah ketuk palu bahwa ini suatu kesalahan. Suatu penyimpangan. Tapi aku bisa apa? Yang bisa kulakukan hanya terus berada di sampingnya sembari tak hentinya berdoa agar ia menjadi seperti yang seharusnya. Agar jiwanya kembali patuh pada hukum alam.

"Bersiaplah, dunia akan keras padamu."

"Einstein bilang 'I shall never believe that God plays dice with the world'. Jadi aku pasti baik-baik saja, Livia. Tak usah khawatir."


Kau Adik Manis...
Andai aku diizinkan mencintaimu
Aku ikhlas jika harus patah hati
Karena kau lebih memilih perempuan lain
Daripada harus menerima kenyaatan ini
Kau, Paman kecil yang baik hati
Jika pun ada pria yang mencintaiku
Seperti aku mencintainya
Itu saja tak lantas membuatku bahagia
Lantaran aku masih mengingat
Bahwa kau masih meraba-raba kebenaran di luar sana
Kau, Beruang kecilku
Ingin sekali kukatakan padamu
Ini bukan takdir, sayang...ini cobaan
Pamanku…pamanku…
Kembalilah pada jiwamu

Punya Media Online Sendiri, Kenapa Enggak?

Di tengah era modern seperti ini banyak masyarakat haus akan informasi yang cepat, aktual, faktual, dan tentunya berimbang tanpa ada intervensi dari si pemilik modal. Karena saat ini, kebanyakan dari pemilik media yang ada di Indonesia mayoritas dimiliki oleh orang – orang yang sudah banyak makan asam garam di dunia jurnalistik dan terjun di dunia politik.

Namun, di Bekasi ada sekumpulan anak muda kreatif yang mampu membuat media online sendiri. Rilis pada 17 Februari 2011 lalu, waroengkopibekasi.com mengajak anak muda sebagai putra bangsa untuk ikut andil dalam melakukan perubahan.

Berikut petikan wawancara dengan wakil pemimpin redaksi warungkopibekasi.com, Hafiz.

Friday, October 21, 2011

Pepeng: Saya Mengontrol Sakit Saya

Tubuhnya mungkin hanya bisa berbaring di dipannya sekarang. Namun, senyumnya masih seperti dulu. Masih sama seperti senyumnya tatkala ia masih sering kulihat di layar kaca membawakan acara kuis Jari-Jari pada decade 90-an. Walau kini Multiple Sclerosis (MS) tengah menguntitnya. Ferrasta Soebardi. Mungkin kau tidak terlalu familier dengan nama itu. Tapi bagaimana kalau aku menyebutnya…Pepeng?

Rabu (20/10) sore aku menginjakkan kaki di kediamannya di kawasan Cinere, Depok. Dua ekor kucing Anggora melangkah anggun menyambutku dari dalam rumah yang didominasi furniture ukiran-ukiran kayu itu. Kuhiraukan. Karena fokusku sekarang hanyalah bertemu dengan sang empunya rumah yang saat itu tengah menjamu tamu. Aku terpaksa menunggu.

Sejam kemudian aku sudah berada di kamarnya. Udara sejuk dari air conditioner di ruangan itu langsung menyerbu dan berhasil membuat bulir-bulir peluhku hasil ngangkot selama empat jam berkurang. Aku langsung memulai wawancaraku.

“Saya selalu merasa diri saya adalah database,” tembaknya langsung ketika kutanyai mengenai buku yang tengah digarapnya. “Dan kelebihan dari database ialah memilah. Dan saya memilih cerita hidup saya untuk diangkat menjadi sebuah buku.”

Pria yang pada 23 September silam berulang tahun yang ke-56 ini tengah menyelesaikan disertasinya dengan konsentrasi Pain Communication. Baginya, sakit adalah sebuah sinyal. Setiap manusia berangkat dari fear dan sakit itulah yang menandakan keberadaan fear tersebut. “Tak seharusnya rasa sakit itu diredam. Sakit itu harus dikontrol. Dan saya mengontrol sakit saya,” tambahnya.
Semenjak divonis menderita penyakit langka yang menyerang daya tahan tubuhnya 2005 silam, ia mengaku tidak pernah meminum obat dokter. Ia lebih memilih meminum obat herbal.

Selama sakit itu pun, total sudah lima buku yang ia rampungkan. Salah satunya “Di Balik Jari-Jari” yang sudah terlebih dahulu dilempar ke pasaran serta empat buku lainnya yakni, Parenting, Smart Marriage, Kami Bicara tentang Kami, dan The Movement without Move yang siap diterbitkan.

Khusus yang terakhir, buku tersebut berbicara banyak mengenai social movement. Hal tersebut, baginya, merupakan cara lain selain revolusi yang tengah menjadi wacana dimana-mana. “Bukannya kontra revolusi. Tapi saya selalu berpikir ada cara lain. Jika lewat revolusi mesti berdarah-darah, mungkin dengan ini hanya lebam. Kalau memang mau berbeda, benar-benar tunjukkan perbedaan itu,” jelas pria kelahiran Sumenep ini.

Ia juga menuturkan kalau manusia tak perlu banyak statement. Yang paling penting adalah bertanya. “Orang cerdas itu yang bertanya, sedangkan yang menjawab adalah orang bijak.”

Satu poin penting merangkum kelima buku tersebut, Pepeng hanya ingin menyampaikan dua hal kepada pembacanya. “Butuh jujur, butuh cinta,” tandasnya cepat. Kedua hal itulah yang bisa membawa perdamaian.




Carrier is Passion

“Saya hanya bisa tertawa jika ada orang yang bilang kalau karir saya berhenti sampai di sini. Kenyataannya tidak. Karir itu passion. Dan passion itu harus selalu ada. Saya akan berhenti berkarir nanti, jika saya sudah mati,” ungkapnya padaku sambil masih terus memamerkan senyumnya. Sesekali ia membetulkan letak kacamata bundar yang bertengger di atas kepalanya.

Mataku ngelayap memindai kamar yang tak begitu luas namun nyaman itu. Jejeran buku yang agak berantakan memenuhi sebagian sisi kiri dari dipannya. Dan dinding sebelahnya yang ditempeli gambar-gambar coretan anak kecil. Tak ketinggalan pintu kamarnya yang sarat kertas berisi kutipan-kutipan dari para tamu yang pernah dijamunya.

“Pantang mati sebelum ajal,” katanya lagi. Menurutnya, terkadang ada orang-orang sudah mati duluan. Yang tidak punya harapan hidup lagi sampai-sampai berani mati. “Saya tidak akan berhenti berharap. Yang terpenting adalah research (mencari kembali-red). Artinya memberi nilai (value). Mencari kembali sesuatu itu dan kemudian diberi nilai tambah. Jadi tidak ada lagi yang baru. Yang ada hanya nilai tambah. ”

Ia mengibaratkannya dengan kacang. Bermilyar-milyar kacang di dunia yang bisa saja rasa dan kegunaannya sama saja. Tapi bagaimana hanya dengan kacang seseorang bisa menjadi jutawan? Aku tertegun. Lalu berbarengan aku dan dia mengucapkan, “nilai.”

Aku begitu antusias untuk menulis sebuah kutipan yang akan ditempel di pintu kamarnya. Kuambil secarik kertas dari sekian banyak tumpukan di meja sebelah kanan dipannya. Entah benar entah salah. Entah bijak atau tidak. Aku pun menulis,

‘Terkadang dunia lebih kejam daripada neraka. Setidaknya yang terjadi di neraka adalah KEADILAN.’

Sunday, May 8, 2011

KULDESAK

Berbeda bukan berarti buruk. Bukan berarti baik pula. Bukan benar. Bukan salah. Apa itu membuatnya jadi tak bernilai? Atau justru tak ternilai?

Entah karena aku yang naïf, dan mungkin mulai menginjak dunia yang sama sekali baru atau sebenarnya sedikit lebih besar dibanding waktu aku kecil dulu. Selama ini, orang-orang yang memiliki pandangan berbeda denganku mengenai hal-hal yang paling mendasar berada di luar perimeter duniaku. Tak terjangkau, tak mengenali, hanya tahu kalau memang ada pandangan seperti itu.

Namun, sekarang perimeter itu meluas. Praktis yang tadinya di luar, kini ada yang menjadi bagian dari kotak duniaku. Dan, merekalah, mereka yang berbeda denganku itu, mulai masuk dalam porsi dunia yang diberikan Tuhan untukku.

Sayangnya, aku tak bisa mengerti pandangan mereka. Atau belum. Tapi haruskah aku mengerti? Bukankah…

Agamamu, agamamu. Agamaku, agamaku…
Urusanmu, urusanmu . Urusanku, urusanku…

Jadi,

Pandanganmu, pandanganmu. Pandanganku, pandanganku…

Bukankah yang dimaksud saling mengerti itu hanya mengerti akan eksistensi perbedaan itu sendiri?

Bagaimana? Yang mana?

Dengar ini, Tuhan. RahasiaMu terlampau akbar untuk ditanggung 550 cc volume otak, ditimang oleh tak lebih dari segenggaman hati, dipeluk oleh serengkuhan jiwa rapuh. Apa Kau ingin menggantung imanku seperti halnya Kau menggantung jawab-Mu?

Kuhamparkan diri serendah-rendahnya pada haribaanMu. Mencoba membujukMu untuk memberikan jawab. SkenarioMu itu kadang terlalu membuatku sesak dan membuatku tak mengerti, apa maksudMu sebenarnya?

Dan jika kutanya pada mahlukMu yang lain namun tak ada yang bisa menjawab, Kau memaksaku mencari jawab sendiri. Kadang tak Kau beri, dan aku akhirnya berhenti dengan masih mengenggam tanya. Membiarkanku kebingungan. Lalu Kau membawaku pada kitabMu yang tentu saja tak bisa kutafsir semena-mena. Dan aku menghadapi sebuah kuldesak.

Apa Kau lantas menjawab? Nyatanya belum. Apa Kau tidak kasihan padaku? Apa Kau ingin membiarkanku menjadi seorang Yahudi dengan selaksa tanya tak berjawab? Begitu kan, yang terjadi pada kaum Nabi Musa?

Kau menciptakan perbedaan agar kami saling mengenal. Tapi untuk yang satu ini, aku tak mengerti barang sedikit pun mengapa aku harus mengenal dan mengerti sesuatu yang jelas-jelas Kau laknat? Dan Kau menghadirkannya melalui seseorang yang tak hanya menyayangiku tapi juga sangat menyayangiMu.

Yang tak kumengerti adalah kenapa Kau melakukannya pada orang yang menyayangiMu? Kau membuatnya memiliki sebuah pilihan atas sesuatu yang tak seharusnya mempunyai pilihan. Dan Kau membuatnya sedemikian rupa seolah ia benar-benar tak punya pilihan. Ingin sekali kubilang Kau keji, namun jiwa mahlukku tak sanggup. Akan sangat lancang, aku tahu. Maka, aku hanya bisa bertanya,

Apa rencanaMu sebenarnya?

Wednesday, March 9, 2011

Mondo Lofgut

Beberapa tahun yang lalu seorang teman gw pernah bilang kalo gw mirip Luna Lovegood. Dan gw baru sadar sekarang kalo ucapan dia waktu itu ternyata benar adanya. Iya, gw emang mirip luna. Anehnya. *inta baca ga yah?*


Tapi berhubung gw emang demen ama doi, gw hepi-hepi aja tuh dibilang gitu. Ngomong-ngomong soal kedemenan, gw dari dulu emang lebih suka dengan tokoh fiksi. Apa pasal ?? Karena eh karena…tokoh itu emang beneran ga ada. Bingung ? Iya sama.


Kenapa gw lebih suka tokoh fiksi? Karena perasaan gw terhadap doi ga bakalan bertepuk sebelah tangan. Karena ketidakeksisannya itu, gw tau dia ga bakal bisa demen sama gw balik. Dan hal yang sama terjadi pula dengan penggemarnya yang lain.


Beda ceritanya kalo gw demen morgan smes misalnya. Dia tuh hidup looh…dia tuh bisa kenal gw looh…dia tuh bisa suka sama gw loh. Tapi kalo kenyataannya engga ?? Kalo dia ga kenal gw dan lebih kenal dengan cewek lain di luar sana dan suka sama cewek itu ?? Maaan…bukan hal yang baik untuk hati gw. Dan gw akan mulai berteriak-teriak kalo dunia ini ga adil ! Kenapa tu cewek bisa kenal ama morgan sedangkan gw engga ???? See...hal-hal seperti itu.


Faktor laennya adalah karna gw akan kenal dia seutuhnya. Even, kalo dia munafik. Gw tau kalo dia bohong, dll. Untuk itu, demi menjaga hati gw (tsaah) gw lebih suka mengidolakn tokoh fiksi.


Maka, selaen lupus, sinchan dan miiko, luna lovegod jadi salah satu idola gw. Entah karna luna mirip gw ato gw yang mirip luna (tapi gw lebih suka gagasan kalo luna yang mirip gw), eniwe gw ngerasa gw punya representative diri gw dalam heri poter !! Bayangin maaan….gw ada di heri poter !!! *ngeplakdirisendiril*


Yah kalo pun pada akhirnya gw mesti ngefans ama orang beneran, mentok-mentok sama penulisnya. Tapi itu pun jadi masalah baru lagi buat gw. Misalkan dengan mengabaikan teori realitas mana pun yang berlaku di muka bumi akhirnya gw punya kesempatan wawancara sama J.K Rowling.


Well…gw cukup punya nyali kalo ngomong sama Yankee─julukan orang amrik. Tapi maaaaaan….The Brit...maaannn...The Brit !!! Yang kalo ngomong “where were we?” Jadi “wê weu wi?”. Yang bilang “not” jadi “nowth”. Yang melafalkan “here” jadi “hiêh". Gw bakal ngemeng bahasa inggris sama empunya bahasa !!!


Bisa dipastikan pemandangan yang terjadi dalam wawancara itu adalah gw yang megap-megap terus-terusan ngomong , “pardon me, Ma’am…do you mind to repeat again, please!” Dan Rowling akan menatap gw. Merasa kasihan.


Lalu bencana berikutnya akan terjadi ketika Rowling mulai ngomong, “I’m looking for the loo (toilet).”


Dan gw Cuma bisa jawab, “I’m sorry, Mrs. Rowling. I don’t have any friends who named Lou.”


Lalu Rowling mulai merasakan hasrat ingin ke kamar mandinya lenyap seketika dan malah ngasi gw tatapan─oh-dear-sebaiknya-kita-hentikan-saja-wawancara-ini.


Dan gw membalasnya dengan tatapan melas mengiba-iba─But-Ma’am-wawancara-ini-begitu-penting-bagi-karir-dan-kredibilitas-saya.


Kemudian Rowling menyerah, “allright then, kita lakukan saja via email, Ms. Restu.”


Dan berakhirlah drama wawancara yang mengerikan itu.


Hoorraayy !!!! *tepoktangansambilsikatgigi*


n.b : sumpah ga asik banget dah nih note !!!

ATOM

Gw punya misi yang mesti dijalankan di pesbuk gw. Apakah gerangan misi tersebut ? Tak lain tak bukan adalah nge-tag-in tulisan ini ke first love gw waktu SMA.

Tolol ? Mungkin. Tapi gw cuma pengen dia tau. Itu aja. Sama sekali ga menuntut dia untuk suka sama gw balik.

Gw posting tulisannya di sini.

Here we goooo !!!!

Ini cerita enam tahun lalu. Tentang seorang laki-laki yang sudah merenggut hati seorang gadis naïf yang baru pertama kali benar-benar jatuh cinta.



Ya, Atom. Aku sedang bercerita tentangmu.



Dengarkanlah, Baladewaku….



Bismillahirrahmanirrahim.



ATAS NAMA CINTA catatan ini kutulis. Kau bagiku adalah PERSEMBAHAN DARI SURGA bagi KIRANA yang sedang merana. KAMULAH SATU-SATUNYA yang mampu membuatku KANGEN. Tapi kemanakah RISALAH HATI ini mesti kualamatkan kalau ternyata cintaku sudah PUPUS sejak di permulaan?



Haruskah kusenandungkan LAGU CINTA sebagai pertanda CINTAku ini sudah GILA? Atau haruskah kau kubawa ke haribaan MAHAMERU demi mengikrarkan bahwa kaulah si SELIMUT HATI yang membuat jantung menderu-deru?



Tidak mungkin. Kau bisa main bola saja tidak. Jadi mana mungkin kau meniti ketinggian 3.000 meter lebih di atas permukaan laut.



Seperti halnya trigonometri yang tak bisa kauajarkan padaku. Ya kan, Atom?



Mungkin aku bisa memberimu sepiring ketoprak kesukaanmu.



Memang sedikit yang aku ketahui tentangmu. Bahkan jika bercerita tentangmu mungkin hanya butuh satu jam saja. Tapi satu jam itu adalah satu jam penuh senyum. Satu jam penuh pipi merona. Satu jam penuh kerinduan. Satu jam penuh cengiran kasmaran. Satu jam penuh sumringah. Satu jam penuh dengan mata yang berbinar. Satu jam penuh dengan namamu yang tak terkalkulasi.



Atomatomatomatomatomatomatomatom…



Tapi walaupun sampai membuat sajadahku lembab tiap malam oleh airmata. Walau sampai membuat keningku pening akibat sujud yang terlalu lama. Walau munajatku sarat dengan sebuah nama. Tak pernah sekalipun aku berpikir kita cocok sebagai DUA SEJOLI, wahai ARJUNA.



Cintaku murni hanya cinta. Titik. Tak sampai hati aku membayangkan kau jadi milikku.



Hei…aku sedang membicarakanmu! Perhatikan!



Kau bahkan tidak tahu kalau aku terisak-isak di tangga sekolah saat mengetahui kenyataan bahwa namamu tidak ada di kolom mana pun pada daftar peserta yang lolos SPMB tahun 2006.



Kau yang membuatku memilih jalan memutar ke arah kantin sekolah karena takut berpapasan denganmu. Kau yang membuatku betah berdiam lama-lama usai pulang sekolah padahal aku kelaparan setengah mati dan uang jajanku hanya tinggal untuk supir angkot nanti. Kau yang membuatku pergi ke konter hp jam sebelas malam hanya demi membeli pulsa untuk membalas pesanmu. Kau yang membuat jari-jariku bekerja simultan bersama hati menguntai aksara beraroma afeksi.



Kalau diperhatikan lagi, aku benar-benar tolol waktu itu. Mungkin itu yang namanya MISTIKUS CINTA.



Seperti yang John Lennon bilang lewat “Michelle” karena Paul Mccartney tak bisa meneruskan menulis lagu itu.



‘I Love You, I Love You, I Love You.’



Cintaku padamu tak akan cukup dilafalkan satu kali. Namun tetap saja tak bisa kuucapkan padamu.



Apa kau masih memperhatikan, Atom?



Yahh…Cintaku kepadamu bagaikan bola salju. Oh salah…itu Sule. Bukan aku. Tapi aneh juga mengapa Sule bilang cintanya bagaikan bola salju yang makin lama kian membesar? Cintaku konstan. Tak lebih besar ketika dekat dan tak lebih sedikit ketika jauh. Aku takut cintaku kepadamu melebihi cintaku pada Penciptamu. Aku ingin mencintaimu dengan benar.



Cintaku kepadamu bagaikan…bagaikan…nngg…aku tak tahu bagaikan apa. Maaf. Mungkin bagaikan cinta Ucrut pada Atom. Tapi itu kan aku sendiri?



Kau bahkan tidak tahu, kan kalau aku belum pernah jatuh cinta lagi seperti aku jatuh cinta padamu? Yah…kau mana tahu apa-apa tentangku.



Sudahlah. Sebaiknya kuhentikan ini. Daripada membuatmu semakin ngeri.



-Ucrut yang akan segera menjadi Angsa-

Mencoba Berfilosofi: Catatan paling sotoy yang pernah gw bikin !!!

Kalau bisa dibilang filsafat dibuntel 500 halaman oleh Jostein Gaarder lewat Dunia Sophie, maka gw juga akan bilang kalau Dunia Sophie dirangkum oleh Albert Einstein dengan satu teori paling berpengaruh di dunia sepanjang masa, relativitas. Atau yang lebih dikenal dengan Postulat Einstein.



Dalam Dunia Sophie, Alberto Knox bilang bahwa Plato dan Aristoteles bisa saja separuh benar dan separuh salah. Itu berarti yang sebenarnya ingin ia katakan adalah bahwa kesemua teori filasafat itu relative. Benar dalam suatu waktu dan bisa menjadi salah pada waktu yang lain. Yup, seperti yang selalu Einstein bilang, “kebenaran itu relative”.



Agak sedikit aneh Gaarder sama sekali tidak menyebut Einstein dalam bukunya, padahal ia menceritakan Galileo Galilei, Isaac Newton, dan Immanuel Kant. Padahal kalau ada bapak filsafat modern, Einstein lah orangnya.



Lalu bagaimana dengan Copernicus? Bukankah ia yang pertama kali mengemukakan teori heliosentris-teori yang berpendapat bahwa matahari adalah pusat tata surya? Apa orang-orang mulai melupakan itu?



Lalu Alberto Knox juga menyebut-nyebut kalau St. Agustinus ‘mengkristenkan’ Plato. Berarti gw juga bisa ‘mengislamkan’ Aristoteles, bukan begitu? Atau bahkan Socrates?



Omong-omong Socrates, apa yang terjadi kalau gw hidup di zamannya? Apakah gw akan jadi filsuf? Atau sebaliknya, apa yang terjadi kalau Socrates hidup di zaman sekarang? Apa ia akan menjadi mahasiswa dengan penuh pertanyaan-pertanyaan tolol? Atau tukang sensus?



Karena, jauh sebelum gw baca Dunia Sophie, sekitar jaman gw SD, gw nonton sebuah cuplikan sinetron. Saat itu, pemeran laki-lakinya lagi jalan sendirian tengah malam-gw lupa dalam keadaan mabuk atau ga. Lalu ia melihat sebuah diskotik dan kemudian masuk. Padahal sebenernya itu rumah kosong!



Dari situ, gw yang masih SD mikir, apakah yang sedang gw alamin ini nyata atau engga? Apa ini Cuma mimpi? Jangan-jangan gw sebenernya lagi di kuburan bukan di rumah lagi nonton sinetron seperti yang gw pikir lagi gw alamin? Bisa jadi..bisa jadi…



Sama halnya yang dipikirkan Descartes. See, mungkin aja gw ada bakat jadi filosof. *noyordirisendiri*



Sekali lagi, relative.



Socrates bilang orang yang paling bijak adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu. Maka apa yang dikerjakannya sepanjang hari di alun-alun kota Athena adalah bertanya. Rasa ingin tahu yang besar adalah cerminan dari seorang filosof. See….



Sayangnya gw tumbuh di tengah-tengah lingkungan yang menganggap banyak bertanya itu adalah sesuatu yang tabu. Dianggap cari muka, cerewet, dan sebagainya. Lingkungan yang menganggap kemahiran dalam menyontek merupakan suatu prestasi yang patut dibanggakan.



Kerdil.



Bingung? Ga usah khawatir. Itu artinya elo mikir. Masalahnya gw sendiri juga bingung.



Kembali ke Dunia Sophie, gw pikir begitu banyak orang-orang dulu mewariskan begitu banyak ilmu pengetahuan yang mencengangkan. Dari zaman Yunani Kuno, Abad Pertengahan, Renesains, Abad Pencerahan. Dari Socrates sampai Darwin. Masalah arti nurani sampai mengapa orbit tata surya berbentuk elips.



Lalu apa yang kita wariskan nanti untuk generasi setelah kita??



Iphone paling canggih tidak akan berarti apa-apa kalau kita mesti saling membunuh demi mendapatkan segelas air bersih. Ferrari keluaran terbaru pun bakal rela ditukar hanya dengan sebungkus nasi. Orang juga ga akan peduli baju kita keren apa engga karena kita tetap saja akan kelihatan tua akibat dehidrasi parah. Kita juga ga akan peduli lagi berapa jumlah follower kita di twitter lantaran kita lebih memikirkan kapan hujan air kembali turun menyejukkan bumi bukannya hujan asam terus-menerus.



Lantas apakah gw menyalahkan James Watt, dalang di balik mesin uap itu? Atau Rotheim dengan aerosol-nya yang bikin lapisan ozon kian menipis? Atau Benz dengan karbondioksida dari mobil temuannya? Atau Daimler yang menemukan sepeda motor? Atau Mr. Edison yang menerangi malam lewat lampu bikinannya?



Gw rasa mereka sama sekali tidak menyangka kalau temuan mereka akan digunakan begitu amat tidak bertanggungjawabnya oleh kita. Gw rasa mereka tidak pernah mengira kalau temuannya dijadikan alat untuk merusak bumi.



Hedonis? Mungkin. Ironis.



Kita berada pada generasi yang mengambang. Generasi yang menentukan seperti apa wajah bumi pada generasi berikutnya. Selamatkan atau kita akan dikutuk sebagai generasi yang gagal oleh seluruh generasi baik sebelum atau sesudah kita. Kalau itu sampai terjadi, maka jika generasi sebelum kita ditulis dalam sejarah sebagai generasi penemu, lalu generasi kita sebagai penikmat sekaligus perusak bumi, maka generasi sesudahnya mungkin akan tercatat sebagai generasi yang “ngebenerin” bumi. See…kelihatan kan, siapa yang paling menyedihkan di situ?



Think about it, guys. Mumpung kita masih punya waktu sebelum bumi ini benar-benar hancur. Apa yang akan kita wariskan untuk masa depan anak cucu kita?



n.b: kayaknya gw salah ngasi judul. Coba liat ! Gw sama sekali ga bikin filosofi baru. Heuuuhhh…stupid mondo !!

Sunday, February 20, 2011

Seharusnya aku.....

Seharusnya aku membencimu, kan?

Karena, berkatmulah aku harus menelan bulat-bulat tatapan kebencian mereka. Pun karenamu aku harus rela dibekap kicauan satir dari para kawan. Ditampar hati. Dibuang jiwa. Dijauhi raga. Oleh mereka.

Merejang sendirian di tempat tandus yang katanya sarang tercinta, namun justru membuat hatiku mampus meregang rasa.

Padahal kita, kau dan aku, yang menanam. Tapi mengapa hanya aku yang menuai? Tak adilkah? Bagimu atau bagiku? Kurasa tak ada bedanya.

Seharusnya aku melupakanmu, kan?

Kau yang bahagia di sana. Tanpaku yang menjadi ragi dalam komposisi senyummu yang mengembang. Meninggalkanku sendirian dengan dakwaan dunia yang menuding padaku sebagai satu-satunya tersangka.

Lihat kawanmu itu! Bilang pada mereka usah repot membenciku!

Kau lihat temanku! Lihat! Apa mereka membencimu?

Oh, tentu tidak. Kau pangeran tampan nan baik hati mana mungkin dibenci.
Kau sang putra mahkota tentu hanya tahu rasanya dicintai. Tak mengerti konsep orang apkiran. Tak mafhum bagaimana rasanya terbuang.

Ya. Ya. Hanya aku yang berdosa. Hanya aku yang patut dilaknat seantero jagat.

Iya. Seharusnya aku membencimu, kan?

Nyatanya tak bisa. Saat aku seharusnya membencimu, ia datang lagi. Itu...itu pahlawanmu. Panglima yang melindungimu dari kebencianku. Hulubalang yang akan membunuh segala ambivalensi perasaanku terhadapmu. Punggawa yang siaga menghalau semua galau hatiku.

Itu pahlawanmu. Bertandang sekedar untuk mengingatkan, “hei, Nona. Kau mencintainya kan?”
Aku mengesiap. Dan kau tahu? Pahlawanmu menang.
Kebencianku amblas. Beresidu menjadi ampas. Dan ke dalam dasar terhempas.

Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, dengan ini maka kuserahkan seluruh hati pada-Mu, wahai Sang Pemilik Hati.

Tuesday, February 1, 2011

Menanti Hape yang Tak Jua Berdering

MUAHAHAHAHAHAHAAHAHAHAAHAH.......
Akhirnya akhirnya akhirnya akhirnya akhirnya akhirnya.....*oke, stop!*

*ngos-ngosan tarik napas* akhirnya setelah lama merindukan kabar baik, gw dapet berita yang sukses bikin gw sumringah. Gimana engga? gw yang lagi pusing nyari kerjaan magang buat bisa nutupin biaya kuliah gw semester depan lantaran kaga ada lowongan beasiswa bisa keterima jadi muv meker di media indonesia !!!!!! AAHHHHHHH.......SENANGNYAAAAAAAAAAAAAA !!!!!!!

Kabar itu awalnya dateng dari hape gw yang dapet sms dari si mirdut. dia bilang MI lagi nyari jurnalis muda. ga pake mikir, gw langsung kirim civi sama contoh tulisan gw ke imelnya MI. berhubung gw bingung mau ngasi tulisan gw yang mana buat contohnya, jadi gw kasiin aja semua tugas2 kuliah gw berikut curhatan ga penting gw. total gw ngirimin 10 tulisan. entah dibaca ato engga. yang jelas beberapa hari kemudian, hari minggu tepatnya, pengumumannya udah keluar. dan nama Restu Diantina Putri pun menghiasi kolom kecil di pojok kanan bawah halaman 17 MI wiken. Hihihihihi...langsung sumringah dah gw.

Oia..si mirdut ama ka dini dan beberapa temen gw yang laen juga masuk. nice to hear dat !!

tapi...tapi...tapi....

GW MASI BELOMAN JUGA DITELPON AMA MI-NYAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHH !!!!!!!!!!

AAAAARRRRRRRRRRGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHHH !!!!!!!!!!!!!

Friday, January 21, 2011

Tuan Topi Merah dan Sepedanya

Kebetulan selagi gw berkutat dengan atmosfir UAS yang menggila desember taun lalu yang bikin gila otak, gila ati, en gila kantong of kors, gw dapet tugas feature suru bikin feature *mubajir ni kata2* tentang sepeda. Berhubung gw udah ga punya waktu lagi buat liputan, jadi gw memutuskan nulis ini aja buat gw kasiin ke dosennya. *sori banget buat bang gilang! ihiks*
But, i tried to do my best dengan bahan yang amat secuil mentil ini. Aiiihh...nih gw posting sini aja dah, ya.

Kejadiannya sudah lama. Hampir setahun yang lalu. Aku pun telah lama pula hanya menyimpan kisahnya dalam kartu memori otakku yang ukurannya bukan lagi kilobyte, megabyte atau gigabyte, melainkan mencapai byte tak hingga yang belum dapat ditembus kalkulasi manusia. “Setan” berlabel malas itulah yang menjadi penyebabnya. Tapi sekarang, momen yang tak lebih dari 20 menit itu akan kuungkap untukmu, Kawan.

Pagi itu, sekitar pukul 10 pagi, bukan pagi yang istimewa sebenarnya. Pagi yang masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Hanya mega yang mungkin tak terlalu antusias kala itu. Langit abu-abunya bergayut enggan di atas kepalaku. Semuanya masih seperti biasanya. Pemandangan kesibukan Margonda di pagi hari, ruko-ruko yang masih sama, angkot-angkot yang lalu lalang.

Aku sudah di dalam angkot 19 jurusan Depok-Kampung Rambutan menuju kampusku saat melihatnya pertama kali di depan Depok Town Square. Ia tepat di samping kanan angkot yang kutumpangi. Mengayuh sepedanya. Seorang laki-laki dengan perawakan sedang. Umurnya kutaksir kurang dari 40 tahun. Sebuah topi merah bertengger mantap mencaplok kepalanya.

Awalnya kupikir tak ada yang istimewa pada dirinya, sama saja dengan pengguna jalan lain. Namun, kulihat ada yang berbeda dari caranya mengayuh sepeda. Bagian kakinya yang sedang mengayuh tak terlihat olehku karena posisinya yang berada di kanan angkot. Aku jadi tak tahu apa yang membuatnya bergerak aneh saat mengayuh. Tak lama ia kemudian mempercepat kayuhannya menyalip angkot yang kutumpangi sehingga kini seluruh badan serta sepedanya terlihat jelas olehku. Praktis aku langsung mendapat jawaban dari pertanyaanku barusan. Aku tahu yang membuatnya berbeda.

Ia bersepeda dengan satu kaki, Kawan! Tepatnya, dengan kaki kirinya. Bahkan tangan kanannya yang memegang stang pula memegang sebuah krek-alat bantu berjalan. Entah bagaimana caranya ia melakukan itu. Entah pula dengan namanya. Aku yang tak sempat mencari tahu hanya bisa menyebutnya sebagai Tuan Topi Merah.

Tuan Topi Merah sempat menghilang dari pandanganku. Mungkin sudah jauh tertinggal mengingat caranya bersepeda. Aku mendakwa. Namun, saat melintas di depan Kober, alih-alih di belakangku, justru ia sedang melenggang manis di depan angkot tumpanganku. Kedua alisku bertaut membentuk kerut, “bagaimana bisa?”

Kubiarkan pertanyaanku menggantung sambil berusaha menikmati sang angkot membawaku jauh meninggalkannya lagi di belakang. Tahu-tahu aku sudah di halte UI-Universitas Indonesia begitu pula dengan Sang Topi Merah. Selain alis, kini pikiranku juga ikut berkerut, “bagaimana bisa ia secepat itu?”

Hal itu terus-menerus terjadi sampai akhirnya ia membelok di pertigaan Lenteng. Hilang selamanya dari visiku. Aku jadi teringat dengan sebuah dongeng nusantara terkenal yang menceritakan perlombaan lari Si Kancil melawan Si Siput. Adu cepatku dengan Tuan Topi Merah mungkin persis seperti itu. Aku menjadi Si Kancil yang pongah, dan Tuan Topi Merah seperti Si Siput yang diremehkan.

Entah bagaimana dengan kalian, yang jelas aku yang heran berubah kagum pada Tuan Topi Merah. Di saat penyandang satu kaki yang lain seakan pasrah dengan keadaanya, Tuan Topi Merah tak mau bersikap manja. Ia masih mengayuh sepedanya dengan satu kakinya yang tersisa. Tak seperti aku yang masih memiliki sepasang kaki lengkap yang terkadang masih merengek, merajuk, minta diantarkan ke suatu tempat.

Sayang, aku tak sempat bisa berbincang dengannya. Dengan bodoh, aku hanya melongo, mangap sambil bertanya-tanya di dalam angkot merah tanpa punya kuasa turun dari angkot dan menghentikannya. Aku hanya berharap dapat bertemu lagi nanti dengan Tuan Topi Merah dan sepedanya.

It's New Year (walopun ude liwat beberapa minggu)

Hohohhoho....ga kerasa udah ganti taun lagi aja. Perasaan baru kemaren gw madesu jagain rumah tetangga sendirian sambil nonton tipi yang muterin pilem2 taun baruan.

Jadi, demi menyambut 2011 ini gw buka dengan-seperti biasa-bikin resolusi lagi. Gw juga bingung ngapain juga tiap taun bikin resolusi tapi kaga pernah jadi solusi buat semua masalah-masalah gw. Ahahahahaha...tapi ya sutralah. Here we go...

RESOLUSI MONDO TAHUN 2011
1. Magang => sepertinya ini satu2nya pemecahan dari ke-kere-an gw
2. Dapet beasiswa lagi => gw bertekad gw bisa biayain kuliah sendiri
3. Lolos tes beasiswa ke jepang => udah 2 kali nyoba tapi lolos tes dokumen pun engga
4. Ngajar anak-anak jalanan dimana2 => makanya gw lagi nyari orang ni buat jadi partner. Ada yang mau ?
5. Selesein proyek rumah singgah sama mira
6. Punya sepeda => dalam rangka pengiritan, gw jadi punya gagasan buat bike to campus. (gede gede dah betis guah)
7. Punya kamera
8. Tulisan gw banyak dimuat => ini sebagai langkah untuk pembuktian eksistensi gw di dunia kepenulisan. Maaannn...
9. Punya gebetan baru => nnggg...no comment
10. Kembali sering2 beli buku => beberapa taun ini gw kerjanya minjeeeeeeeem mulu...jadi ga enak pan gw tar disangka orang pinter lagi.
11. Backpacking out of jabodetabek => bukti kalo gw udah penat banget sama jakarta !!!!
12. Lebih dewasa
13. Berenti nunda-nunda kerjaan ! *forget da tagline: Da power of deadline”
14. Nabung !
15. Khatamin Al-Qur’an
16. Punya baju en jilbab yang banyak
17. Manjangin rambut => sepertinya gw dikutuk ga pernah bisa punya rambut panjang
18. Belajar bahasa prancis/jerman/anything
19. More focus on target
20. Selesein daftar buku yang mesti dibaca
21. Selesein daftar film yang mesti ditonton
22. Hilangkan rasa bersalah lo itu. Just focus on your dreams !!!